Memaknai Makna Tahun Baru Hijriah

MEMAKNAI TAHUN BARU HIJRIAH (Antara Kebudayaan dan Sunnah)

31 Dec

Bismillahirrohmanirrohim…

    ABROZ_25 Sekeluarga Mengucapkan Selamat Tahun Baru 1431 Hijriah kepada seluruh umat muslim yang ada diatas muka bumi. Bumi tempat kita mencari ridha Allah SWT… berusaha dan berdoa semoga perbuatan yang kita lalukan dihari kemarin dan esok mendapat ridho dariNya. Saat ini saya ingin membahas larangan dan keutamaan yang ada pada bulan Muharram.

   1 Muharram 1431 H jatuh pada hari ini (18 Desember 2009 M). Tahun Hijriah dihitung dari Hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Madinah. Ada begitu banyak sejarah-sejarah penting dari sebelum, saat, dan sesudah Nabi Hijrah. Bagaimana perjuangan Rosululloh di Mekah di tengah rezim Jahiliyah, bagaimana sikap beliau saat itu, bagaimana Rosululloh Hijrah menghindari sistem Kufur, dan bagaimana Rasululloh membangun negara Madinah dengan Syariat yang menjadi tolak ukur negara impian bagi kita semua hingga saat ini.

Sebagaimana kita ketahui bahwa pengertian Hijrah itu adalah ‘pindah’, pindah dari situ ke sini, pindah dari hal yang jelek ke yang lebih baik. Itulah makna hijrah secara bahasa dan istilah, secara harfiah dan akidah. Namun Hijrah pertama yang dilakukan Rosululloh bukanlah Hijrah menurut pengertian harfiah atau bahasa, melainkan Hijrah akidah.

Beliau tahu bahwa sistem, hukum dan Undang-Undang yang digunakan di Mekah pada saat itulah bukanlah sistem Islam. Untuk itu beliau BerHijrah secara akidah dengan cara menolak sistem hidup yang ada dan memperjuangkan tegaknya sistem Islam. Dari hijrah akidah itulah beliau kemudian mendapat tekanan dari pemerintahan Kafir Mekah pada saat itu karena aktifitas dakwah beliau sebagai wujud penolakan terhadap sistem yang ada mulai diketahui dan membuat kekhawatiran yang sangat di pihak pemeritah, hingga akhirnya Rosululloh diburu dan barulah beliau melakukan Hijrah fisik ke Madinah dengan alasan pihak Islam belum mempunyai cukup kekuatan untuk melakukan perlawanan fisik. Tapi bukan berarti Rosululloh menghentikan aktifitas dakwahnya. Karena tidak semua pengikut Rosululloh ikut berhijrah bersamanya, ada sebagian orang yang tetap tinggal di Mekah untuk melanjutkan aktifitas dakwah Islam.

Jadi dapat kita ketahui bahwa Hijrah yang harus pertama kita lakukan bukanlah hijrah secara fisik, karena saat ini belum ada satu daerah pun yang memberlakukan Hukum Islam. Mari kita lihat kenyataan saat ini, dimana kita hidup? Dibawah sistem apa kita hidup? Apa yang diperoleh oleh orang-orang yang ingin menegakan Hukum Islam disini? Jawaban itulah yang menjadi alasan utama kita sebagai umat Islam yang mengikuti Sunnah Rosul untuk melakukan Hijrah seperti yang dilakukan Rosululloh pada saat beliau menghijrahkan akidahnya dari Hukum yang berlaku di Mekah saat itu. Dengan cara yang sama pula kita harus melakukannya, yaitu dengan menolak sistem yang ada dan berjuang untuk menegakan Kalimat Alloh di tanah ini.

Seperti itulah makna hijrah yang sebenarnya. Hijrah dari sistem kufur menuju sistem Haq (Islam).

1 Muharram di Indonesia

      Bagi umat Islam Indonesia khususnya, saya sangat prihatin menyaksikan peringatan-peringatan 1 Muharam yang dilakukan oleh umat Islam Indonesia. Ada yang melakukan ritual-ritual yang mengandung unsur tahayul kental dan menjurus pada kemusyrikan.

Diantara acara yang diselenggarakan di hari ini seperti Acara Kitab Pusaka Kerajaan di Kasunanan Surakarta berkeliling kota menjelang tengah malam 1 Suro, mubeng beteng keliling benteng Keraton Jogja tanpa berkata sepatah kata pun, pencucian benda-benda pusaka (jimat tradisional) di Keraton Kesepuhan Cirebon, ritual Kirab Tumuruning Maheso Suro di kota Bantul Jawa Tengah berikut acara mendengarkan ramalan Mbah Jokasmo yang konon sebagai mediator kanjeng ratu kidul yang diyakini masyarakat setempat sebagai penguasa laut selatan. Dan di Jawa Timur tidak kalah seru, bertempat di area pasarean (pemakaman keramat) Gunung Kawi berbagai acara digelar, ada pertunjukan wayang kulit, barongsai dan juga acara keliling pendopo sebanyak tujuh kali berlawanan arah jarum jam dengan setiap saat berhenti di depan pintu sisi utara, timur, selatan dan barat sambil menghormat ke dalam makam, dengan maksud ngalap berkah, mengharap keberuntungan dan niatan lainnya.

     Acara-acara seperti ini di tanah air ada yang sudah berlangsung sejak ratusan tahun yang lampau, seperti Acara Kirab Pusaka Kerajaan yang konon sudah ada sejak Keraton Surakarta berdiri tahun 1745 M. Dan di TMII acara-acara serupa juga digelar dan dimeriahkan oleh dalang-dalang dan paranormal ternama. Pertanyaannya apa tinjauan Islam terhadap acara tersebut?

Sudah merupakan prinsip agama ini bahwa Allah Subhaanahu wa ta’ala adalah satu-satunya Dzat yang diibadahi. Setiap peribadahan kepada selain Allah Subhaanahu wa ta’ala adalah ibadah yang batil dan pelakunya terancam kekal di neraka jahannam apabila tidak bertaubat dari perbuatannya. Allah Subhaanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya), “(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Rabb) yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha Besar”. (QS. Al Hajj: 62)

     Dan Allah Subhaanahu wa ta’ala menjelaskan bahwa pelaku kesyirikan kekal di neraka jahannam pada ayat-Nya (yang artinya), “Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun”. (QS. Al Maidah: 72)

     Maka ibadah apa pun bentuknya adalah haram diperuntukkan kepada selain Allah Subhaanahu wa ta’ala. Syaikhul Islam Ahmad bin Abdul Halim Rahimahullah berkata menerangkan pengertian ibadah di dalam kitabnya Al Ubudiyah, “Ibadah adalah segala sesuatu yang dicintai dan diridha’i Allah dari ucapan dan perbuatan yang lahir dan tersembunyi”.

     Maka shalat, puasa, zakat, haji adalah ibadah. Istighatsah (minta keselamatan), isti’anah (minta pertolongan), takut dan mengharap adalah ibadah, dan yang lain sebagainya dari macam-macam ibadah semuanya hanya untuk Allah Subhaanahu wa ta’ala. Inilah prinsip tauhid (memurnikan ibadah hanya kepada Allah Subhaanahu wa ta’ala semata) yang menjadi landasan paling fundamental di dalam Islam. Barangsiapa yang melanggarnya maka ia jatuh ke dalam kesyirikan kecil atau besar tergantung jenis pelanggarannya.

     Seperti Acara Kirab Pusaka di Kota Solo, Pencucian Jimat di Cirebon sudah maklum diketahui di dalam Islam bahwa Dzat Yang Memberi manfaat dan Menolak Kemudharatan hanya Allah Subhaanahu wa ta’ala semata, Allah Subhaanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya),Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka:”Siapakah yang menciptakan langit dan bumi”, niscaya mereka menjawab: ”Allah”. Katakanlah: ”Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmat-Nya. Katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku”. Kepada-Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri” (QS. Az-Zumar: 38)

     Berdasarkan ayat ini dan dalil-dalil yang lain, maka keyakinan-keyakinan terhadap benda pusaka, jimat dan yang lainnya bahwa benda-benda tersebut bisa mendatangkan manfaat atau menolak kemudharatan adalah batal. Seorang muslim haram meyakini ada kekuatan terselubung atau berkah tertentu pada benda-benda tersebut tanpa keterangan dari Allah Subhaanahu wa ta’ala di dalam Al Qur’an atau Rasul-Nya di dalam As-Sunnah menurut pemahaman generasi pertama ummat ini (para shahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in). Apakah seseorang berkeyakinan bahwa benda tersebut bisa mendatangkan manfa’at dan menolak kemudharatan dengan sendirinya (syirik besar) atau benda-benda tersebut hanya sebagai perantara (syirik kecil).

     Lantas apa hukumnya menghadiri acara-acara di atas sebatas mengaguminya sebagai kebudayaan tanpa ada keyakinan-keyakinan tertentu? Jawabnya, adalah haram. Karena Allah Subhaanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya), Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya:”Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah”. (Ibrahim berkata):”Ya Rabb kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali”. (QS. Al Mumtahanah: 4)

     Kemudian diantara acara-acara tersebut ada yang jelas-jelas merupakan syirik besar, seperti minta-minta kepada selain Allah Subhaanahu wa ta’ala seperti yang kerap dilakukan para peziarah di area pasarean (pemakaman keramat) Gunung Kawi bertepatan dengan 1 Suro atau pada hari-hari besar Islam. Apakah minta berkah, minta restu, minta keselamatan, kesejahteraan dan maksud-maksud lainnya. Begitu juga acara pemujaan dan pemberian sesajian yang kental mewarnai acara-acara seperti ini. Allah Subhaanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya), Dan orang-orang yang tidak menyembah ilah yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina”. (QS. Al Furqan: 69)

     Dan seorang yang berakal akan mendapati dengan jelas pada acara-acara tersebut warna yang kental dalam upayanya menyaingi syari’at yang suci ini, syari’at Islam. Beberapa diantaranya seperti acara keliling benteng di Kraton Jogja mirip dengan thawaf di Baitullah, begitu juga keliling pendopo di Pasarean Gunung Kawi. Acara-acara ini kalau bukan kesyirikan, paling ringan adalah bid’ah yang mungkar di dalam Islam.

     Belum lagi acara ruwatan yang sering diadakan di TMII setiap awal tahun Jawa yang turut dimeriahkan oleh “dukun-dukun keren” (paranormal) yang unjuk kebolehan di hadapan ribuan hadirin yang termakan oleh sihir mereka. Rasulullah Shalallahu’alaihi wassalam bersabda (yang artinya),Barangsiapa mendatangi dukun atau paranormal dan mempercayai ucapannya maka dia telah kafir terhadap yang diturunkan kepada Muhammad”. Yaitu dia telah kafir terhadap Al Qur’an, dan orang yang kufur terhadap Al Qur’an batal keislamannya.

     Maka berhati-hatilah dari acara-acara seperti ini yang sarat dengan bid’ah, kesyirikan dan pemujaan kepada selain Allah Subhaanahu wa ta’ala. Dan cukup bagi kita dua hari besar tahunan yang diakui di dalam Islam Hari Raya ‘Iedul Fithri dan ‘Iedul Adha. Dan wajib bagi setiap muslim untuk tidak tolong menolong dalam kejelekan, seperti mempromosikan acara-acara di atas, memujinya, atau ikut melestarikannya. Allah Subhaanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya), “(ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat, dan sebahagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun (bahwa mereka disesatkan). Ingatlah, amat buruklah dosa yang mereka pikul itu”. (QS. An-Nahl: 25)

     Lain halnya dengan acara-acara yang di isi dengan ceramah yang mengandung penjelasan tentang makna-makna Hijrah dan penggemblengan semangat Umat Islam untuk meraih kembali kejayaannya. Meskipun tidak ada dalam syariat istilah ‘Perayaan Tahun Hijriyah’,  tapi kita lihat dulu tujuan acara itu dan seperti apa teknisnya. Dan juga jangan meyakini bahwa perayaan tahun baru Hijriah itu sebagai salah satu sunnah yang pernah dicontohkan Rosululloh SAW.

     Saatnya kita renungkan, mana yang akan kita ambil. Kebudayaan nenek moyang atau Sunnah Rosululloh. Semoga tausyiah yang sederhana ini dapat memberi pelajaran kepada kita semua bahwa sudah terlalu banyak sunnah yang tergusur dan hilang atas nama “Melestarikan kebudayaan nenek moyang”.

Referensi :

Di Balik Meriahnya Peringatan Malam 1 Suro, Ust. Jafar Shalih

http://qurandansunnah.wordpress.com

Masukkan Tanggapan Mu...!!!